Selasa, 10 Maret 2015

Koruptor

hati penuh darah, tubuh penuh nanah
wanginya sekuntum bunga mawar
ku resap, ku elus, ke belai
kamu burung bangkai rupanya

ingin rasanya mengusir mu,
siapa pula ingin melumat bangkai-bangkai yang terkapar
kecuali kamu,
rupanya kamu tetap mengintai di tanah-tanah yang kosong




Sabtu, 28 Februari 2015

PEDIH PERIH



PEDI PERIH
ku ringkut jiwa ku yang malang, ke peluk asa di saat senja. Ku tatap dirimu penuh darah tapi sayang kamu anak sang raja. Bunga di tepi hari tak menggambarkan dirimu. Lusa kamu telah dipinang oleh lebah. Hingga aku tak menemukan mu lagi. Biarkan serak-serak melukis mu dengan air mata, tertinggal dalam resapan imajinasi, ohh….. angin pengabar ulung sang penyayat hati, aku letih menahan malu, hingga kemaluan ku tak lagi ada.

Jujur sukma ku lagi getir, jiwa ku tak mampu untuk menepi. Bumbu penyedap mu sengguh berasa. Berasa pembunuhan. Kamu jagal aku dengan sajak, tubuh ku tergetar menyerap getir. Kamu teteskan duka ke dalam luka yang tersayat. Cara mu melukai sungguh indah, seindah lantunan musik sendu.

Kamu memang tiran yang jagal, sejenak menitikan ratapan. Membunuh tanpa luka. Jiwa ku penebus takdir mu. Kamu menari, diatas panggung luka, bersolek dengan raga srinthil. Pundak ku telah menjadi nisan air mata mu. Perih pedih ku tanggung sendiri, aku bukan cawang penampung sari mu. Tapi aku penunggu bulir luka yang akan kamu lahirkan.

Yogyakarta, 28 Februari 2015
Oleh: Satira

Dari Sampean untuk Tirani

Maya



MAYA
Mata ku kering, menatap kaca yang terpaku di hadapanku, menyongsong hari berbagi waktu dengannya, sentuhan jari membuatnya hidup. Sentuhan itu membuat dia manja hingga menjadi noktah kehidupan. Laptop, bagian dari hidup ku. Keberadaannya membuat aku menjadi manja, daya kreatif tanganku diganti dengan tarian jari di kayboardnya. Daya imajinasi, ku selipkan di alamnya. Laptop dan aku, bagai sahabat karib berbagi cerita, Dia seolah memahamiku.
Memerion duniaku diperkenalkan dengan dunia Maya oleh Si Laptop. Dunia Maya melipat waktu dan ruang. Aku menjadi petualang di alamnya, aku menyambangi berbagai tempat, aku punya banyak kenalan, sahabat, saudara dan aku tahu banyak hal, di seberang sana. Aku tak mengenal mereka di alam ku tapi, aku akrab di alam Maya.
Ketika aku membuka lembaran Alam Maya, dunia menyambutku hiasan-hiasan dinding tak aku pahami, Dia manyambutku di pangkuan sahabatku dengan menampilkan dirinya di layar kaca. Facebook muncul seketika, dengan warna khasnya biru. facebook menunggu belaian jemari di keyboard laptop, tarian jari dan noktah untuk membuka dunianya. Dan, Akhirnya aku berselancar di dunianya menyambangi tempat, dan orang-orang yang aku kenal dan tak aku kenal. Itulah dunia facebook di dunia Maya. Facebook memperkenalkan dan mempertemukan aku dengan seribu sahabat hingga menjadi kisah.
Tak lekas dari penghubung Facebook, aku menemukan orang bernama Maya yang sempat aku kirimkan untaian kata-kata puitis. Maya dalam gambaran facebook orangnya begitu anggun, mengundang decak kagum dengan paras mukanya. Dia seolah begitu lihai menampilkan dirinya dengan kamera. Dengan soleknya dalam gambar itu, aku terpana olehnya. Aku mengenal dia hanya sebatas itu,
***
Kendati, telah aku kirimkan pesan-pesan puitis, pesan ku tak kunjung di balas olehnya. Aku tetap menanti dengan segenap kata “Harapan”. Kata itu tetap ada dalam benakku. Prasangka mulai berseliuran dalam pikiran.
“apakah akun Facebook bernama Maya itu adalah akun palsu atau non aktif!,
“kalaupun aktif,  apakah dia  lelaki atau perempuan!”
Gonjang-ganjing pikiranku di warnai keputusasaan untuk mengenal Dia. Lagi-lagi aku berpikir harapan itu tetap ada. Ku simpan harapan itu, dengan maksud mengunjungi dan menyapa yang lain di kotak chating facebook ku yang aku kenal, baik teman SMA dan teman kuliah ku dengan kata “Heyy, apa kabar” ada yang membalasnya ada pun yang tidak.
Salah satu balasan muncul dalam kotak dialog chating ku berasal dari teman SMA Ku bernama Akmal, teman yang satu ini, banyak yang menganggap bahwa dia Sombong. Tapi, aku menganggapnya Dia lain, dengan sikapnya yang pendiam dan selalu berpikir, terkadang dia lupa dengan orang memanggilnya ketika Dia tidak diulangi dua kali. dialog di mulai ketika pesannya masuk dalam kotak Chating. Dia menulis “alhamdulillah saudara! saya baik”
“kamu gimana! Di mana kuliah sekarang?”
“alhamdulillah aku juga baik” aku kuliah di Kampus Retro”
Apakah kamu sudah beraktivitas kuliah belum? Kataku.
“Iyahhhhh, saya sangat sibuk, dosen-dosen saya di sini, langsung menyedorkan tugas yang banyak dan  tugas saya menjadi bertumpuk, karena saya katanya, mahasiswa spesial sebab aku menerima beasiswa. Pesan Akmal.
Aku membalas pesannya “so sweat. Orang spesial tuch. Kamu harus bersyukur dengan semua itu saudara!, karena aku belum punya kesibukan apa-apa setelah satu Minggu kuliah”.
dalam pesan Akmal! “mestinya sih seperti itu, Saudara.....! kok kenapa bisa di kampus mu seperti itu!
“entahlah, mungkin kampus saya untuk bersantai, heheheheh. Just Kidd..... kebanyakan dosenku, Cuma berkenalan dan bernostalgia selama dia mahasiswa. Ku kirimkan pesan itu kepada Akmal.
“hehehehe.....di sini ada juga sesi perkenalan tapi langsung di berikan tugas.”
“Woouw agresif” kataku.
“Maaf saudara, sampai di sini dulu percakapannya, aku mau pamit karena saya mau ngampus”. Kata pesan akmal.
“hehehhehe. it’s okey, good luck saudara sampai ketemu di lain waktu. Pesanku meluncur ke kotak dialogku bersama Akmal. Akmal menjawabnya dengan sangat sederhana “Oke”.
Akhir dari dialog itu, aku menutup akun facebook ku. Beranjak dari tempat itu untuk mencari udara segar meninggalkan dunia maya. kembali dalam duniaku. Hari ini sangat suntuk dengan segala aktivitas yang ku lakukan. Aku memulai menerka-nerka tentang si maya itu, pikiranku di selimuti tentang dia. Berharap mengenalnya dalam dunia nyata, di manakah aku mesti kenal dengan Dia. Rasa penasaran membuat aku tersandung dalam dunia maya. Aku menjadi gandrung menjelajah dalam dunia tersebut. Dunia maya menjadi pelipur lara, ketika aku mulai suntuk di kamar yang sumpek.
***
Esok harinya, aku kembali menjalani rutinitas sebagai mahasiswa. Sinar mentari pagi memapaku ke kampus dengan jalan kaki, dinding-dinding rumah warga menjadi pemandangan sepanjang perjalananku. Keringat berkucur deras, membasahi tubuh sampai pada hal sensitif. Setibanya di kampus, pesan singkat masuk dalam Hpku yang mungil “Dosen sudah Masuk”. Entah pesan itu dari siapa, tapi yang pastinya, pesan itu dari teman kelasku. Aku tergopoh-gopoh mencari kelas saya, sebab kami belum punya kelas yang tetap. Mataku mulai menjelajah di setiap kelas mencoba mengidentifikasi wajah temanku dengan kepala botak yang serupa di mahasiswa baru, tapi tak jua kutemukan. Aku membalas pesan itu “maaf di mana ruangan kuliah kita?” pesan ku mulai terbang tinggi di nomor yang tak bernama itu.
Pesan balasannya masuk di HP ku, “silakan naik ke lantai II ruangan pertama dekat tangga”. Aku bergegas menuju tempat itu dengan penuh ketakutan. Sampai di depan pintu, mereka menatapku dengan tajam, ruangan yang  riuh menjadi senyap seketika dengan kehadiranku. Senyum yang menyapaku  di bangku dosen pas depan mataku mengundang gelegar tawa dari teman kelas “sebab, pesan yang masuk dalam HP Ku adalah SMS dari seniorku yang di hadapanku. Konon katanya dia adalah sekampung ku.
Mereka mengerjaiku, sekarang aku di babak pertanyaan oleh seniorku, pertanyaan itu seputar nama Aku, siapa nama kamu? “Sampean” Jawabku
“Kok.. kamu ini bertanya balik ke saya, nama Saya Attul” Dia terdiam sejenak kemudian Dia melanjutkan perkataannya dengan muka garang “kamu ini mencoba kurang ajar sama saya  yah” lagi-lagi dia bertanya “Siapa nama kamu”  tiba-tiba ketawa teman-teman tersembur keluar dari mulutnya, sekali lagi ruang kelas menjadi riuh mereka udah tahu bahwa nama saya memang sampan. Dan setiap ada orang yang memanggil namaku “Sampean” semuanya pasti tertawa. Aku pun menjawab dengan muka merah dan rasa malu “memang nama ku Sampean Kak” dia menahan tawa kelakarnya, dengan berusaha tersenyum dengan muka yang merah dengan senyuman seolah dipaksakan. Dia mempersilakan aku duduk bersama dengan teman-temanku.
Seniorku mulai menyampaikan maksud kedatangannya dalam kelas ku, bahwa sebentar sore jam 3.30 WITA, ada pembagian kelompok diskusi sebagai kuliah tambahan. Tapi, kegiatan diskusi ini merupakan program lembaga kemahasiswaan. Jadi, di harapkan kepada seluruh mahasiswa untuk mengikutinya. Tiba-tiba, aku teringat dengan maya, mataku mulai menerawang satu per satu perempuan di sekitarku, berharap sosok Maya, ada di antara mereka. Minimal ada sosok yang mirip dengan maya. Tapi itu tak mungkin !!
***
Selepas dari penyampaian seniorku. Tiba-tiba, sosok perempuan datang berdiri di depan pintu melangkah ke arah ku kemudian dia tersenyum mengkedip-kedipkan kedua matanya, dia terlihat akrab denganku. Aku balas senyumannya.  dalam benakku mengatakan bahwa “perempuan itu begitu unik, bersahaja dan ramah” aku ulurkan tanganku tanpa rasa malu mengajak dia berkenalan denganku, aku Sampean.  Saya Melati katanya sambil tersenyum yang begitu khas, aku hampir terpikat dengan Dia. Tapi, aku ingat ada maya dalam pikiran ku, dia telah bergentayangan dalam diriku, aku ingin menemukannya, lambat atau cepat aku pasti mengenalnya. Dan, dia akan menyapaku. Aku meyakinkan diriku dengan segenap pepesan kosong sebab aku belum mengenal dunia maya.
Maya telah mencuri sebagian hidup ku dengan dunianya, Maya membuat aku terkapar oleh rona di alam seberang. Sosok perempuan itu, hadir sebagai bayang-bayang semu mengankang imajinasi ku. Aku di buai olehnya, sementara aku tak mengenal dia. Maya, lagi-lagi hadir dalam diriku, membuka decak kagum. Ini kali pertama, aku merasakan hal aneh, gelisah tak terarah dan aku lumpuh dalam setiap untaian kaki. Perempuan-perempuan di sekitarku pesonanya menjadi hilang karena Maya. Pada hal, mereka tak kalah cantik dengan Maya, mereka-mereka adalah perempuan idaman laki-laki. Salah satu di antara mereka, Mawar menjadi gunjingan laki-laki di kelas karena rona wajahnya, Sayup-sayup suara di sekitar ku tak henti-hentinya mengagumi dia. Tapi, mawar tidak bisa menggusur maya dalam pikiran ku, seolah dia abadi dalam bayang-bayang gelap, dengan sebuah penantian yang terus di nanti. Selaksar cerita terus bergulir bersama Mawar menunggu waktu pengumpulan mahasiswa baru dari beberapa kelas, waktu itu, begitu panjang  hingga jarum jam menunjuk pada angka 15.30 Wita. Banyak kisah telah telah terurai dalam sela waktu itu antara pagi dan jam 15. 30 itu. Mawar dan aku, seperti sepasang kekasih yang telah menjalin kasih sekian lama dengan dia. Itu, persepsi teman-teman kelas di sekitar ku. Ejekan datang bergantian dari teman-temanku, “Cie....cie...eeeeeeeee udah jadian yah”baru tadi pagi kenalan kok lengket banget yah.... kayak prangko. Aku hanya bisa tersenyum bersama Mawar.
Mereka telah berdatangan satu per satu di tempat yang telah di tentukan oleh seniorku untuk mendengarkan informasi pembagian kelompok dan jadwal diskusi, hingga menjadi gumpalan manusia berkepala botak. Beberapa senior mulai berdatangan masuk di tengah lingkaran yang kami buat. Salah satu dari senior yang masuk di tengah lingkaran kami, tiada lain dan tidak bukan adalah Attul memintah seluruh perhatian para mahasiswa untuk diam. Kami diam sejenak, sambil mendengarkan ocehan Attul hingga sampai pada pembagian kelompok. Tapi, pembagian kelompok tersebut telah di tentukan para senior. Attul menginstruksikan senior yang lain untuk membagikan selembaran kertas kepada mahasiswa baru. Nama kami ada pada lembaran tersebut.
Aku kaget, salah satu di antara nama dalam kelompok ku ada nama Maya. Maya, di manakah engkau. apakah kamu Maya ku dalam pikiran ku. Maya dalam kertas ini, di manakah kamu Maya? Kamu tak jua tampakkan dirimu di hadapan ku, apakah kau meluruhkan ingatan ku dalam selubung dunia maya.  Berharap hari ini adalah hari terakhir  dalam penantianku, namamu terlukis dalam kertas itu. Aku melihat mu sekarang di antara kami, betul kau Maya, Maya dalam dunia Maya. Namun, wajah mu hanya bayang-bayang di mata ku. Kau tak tampak, itu hanya permainan mataku.
***
Selepas dari berbagai aktivitas di kampus, kami pun berduyung-duyung pulang di rumah kos masing-masing. Aku kembali menempuh rute yang sama dalam setiap hari menyaksikan gundukan rumah penduduk yang di jadikan tempat kos. Di antara gundukan itu, aku menempa hidup ku sebagai mahasiswa di dalam kamar kos tersebut. bersusah ria, mengisi hidup dengan rasa suntuk. Hidup menjadi mahasiswa terasa membosankan, dunia tanpa seni. Selekas aku sampai dalam kamar kos, semuanya menjadi hening, mentari senja tak nampak lagi, Awan terus bergerak hitam, rembulan siap menerkam bintang dengan cahayanya yang menguning. Cahaya yang mendekapkan kehangatan malam di kampung. Semuanya hanya menyisakan gundah yang menelan kebahagiaan dari pelupuk mata. Resah, kebingungan dan kerinduan menjadi firasat yang melelahkan.
Pelipur lara itu, hanya ada satu yaitu laptop. Laptop sebagai penuntun untuk menyeberangi dunia maya. Berpetualang di dunia maya menembus tapal batas waktu dan ruang untuk ketemu dengan seseorang. Dunia maya sang fantasi penghibur semu dengan pengarahan klik dan klik dan permainan mata. Dunia begitu datar menawarkan segala sensasi.
Aku menyelam di dalamnya dengan mengetikkan beberapa kata kunci dengan membuka layar facebook, menatap satu persatu pemberitahuan dan pesan tak ada juga yang baru. Ku perhatikan dalam kolom teman-teman ku yang Online nama-nama mereka terlihat membosankan untuk ngobrol dengan mereka. Aku membuka dinding facebook Maya berharap mengobati kerinduan yang terpendam dalam hari-hari yang suntuk ini. Kerinduan terasa terurai ketika menatap wajahnya dalam foto itu. Statusnya begitu puitis dan kegalauan terhadap kekasihnya. keluh kesahnya terasa menghimpit untuk mengenal dia lebih dekat. Aku menyeberangi suatu tempat untuk ketemu dengan dia tapi di mana? Sebuah pertanyaan yang tak kunjung punya jawaban? Semua pertanyaan pasti punya jawaban tapi tak semua pertanyaan bisa di jawab? Itu anekdot saya tuliskan dalam dinding facebook ku sebagai status.
Aku berharap ada komentar terhadap orang yang ku harapkan, orang yang telah bersemayam dalam pikiranku. Tapi tak juga muncul, tiba-tiba muncul pesan “nikah yuk” dari orang tak lazim meruntuhkan segala harapan, menjadi kenyataan. Ini kesempatan, untuk membuat dia terbang untuk merangkul ketakpastian dengan rasa penasaran. Kesempatan itu tak aku lewatkan untuk bergurau, saya balas pesannya “iya... kapan dan di mana tempatnya”?
Pesannya muncul kembali “besok di Kampus”kata maya
SP : “ahhhh kamu ada-ada aja, memangnya kita satu kampus?”
“Iya, kita satu kampus satu jurusan lagi, saya sudah melihat kamu di kampus” kata Maya
SP : “iyakah, tapi siapa kira-kira penghulunya?”
MY :“Pak Mustakim hahahah”
SP: “siapa itu ”?
MAYA : “dosen Antropologi, belum di ajar kah?” pesan maya
SP : “belum, saya belum pernah belajar” selama satu Minggu kuliah”
MY : “ouhh,......”
SP:  “BTW (By the way), Apakah kamu tidak masuk kuliah tadi siang”
MY : “iyah, lagi-lagi capek dan malas, masalahnya senior godain terus sih”.
SP: “hehhehhheh... hati-hati jangan sampai jadi KRS (Korban Retorika Senior)”
Pesan Maya kembali muncul “ehm tidak bakalan, kan sudah ada yang punya”
SP : “opss, berarti saya sudah tidak punya kesempatan dong”
MY :“hahahaha.... masih ada dikit”
SP :“ehm, biar sedikit yang penting tak selebar daun kelor”
MY :“hahahaha iyah selebar daun Jati tapi kan ada yang punya heheh”
SP: “hahah siapa tuch.....? tapi kan bukan pacarmu yang mau di pacari. Just kid?
MY :“bahayanya.... maaf saya mau pamit dulu mau istirahat.
SP: “Oke, Selamat beristirahat dan mimpi yang indah” kataku
MY: “ kamu juga”
Semuanya berhenti dalam kotak dialog chating, obrolan itu tersimpan menjadi rekaman kehidupan. Torehan kehidupan bersama Dia di mulai dari sana. Malam itu Dia tutup dengan menyayat hati, dengan menitip harapan sekaligus bui. “Aku merindukan mu sayang, semoga kamu baik-baik di sana”. Sebuah status yang terurai dalam dindingnya. Status itu seolah meluruhkan harapan yang ku miliki untuk bersama dengan Dia. Tapi dunia ini tidak berhenti di situ karena dunia bukan untuk memiliki tapi dunia di rangkai dengan jalinan kasih sayang dan persaudaraan. Tapi, kata sahabat ku, jangan mendekati seseorang atau perempuan hanya untuk memilikinya atau untuk menjadi kekasih justru di akan menjauh, tapi dekatilah dia seolah untuk Menjadi teman atau sahabat. Sebuah pelajaran dari orang yang tak dianggap sebagai manusia tapi aku menganggapnya sebagai guru tentang Cinta. Status itu juga, telah membuyarkan pikiranku dengan menulis status di dinding facebook “kesendirian adalah hidup dalam kesunyian”. Aku menghentikan aktivitas di facebook dengan keluar dari akunku untuk menjelajah di Om Google dengan mencari harta karungnya yang selalu di perbaharui. Dunia Om Google dan kawan-kawan sebuah dunia yang tak bosan untuk di telusuri hanya duduk bersantai. Waktu begitu singkat bersama dengan OM Google, Facebook dan kawan-kawan sang penghuni dunia Maya hingga jam sudah menunjukkan pukul 01.30 WITA.
  Ku hentikan semua aktivitas  ku mencari tombol Shutdown, lalu kutinggalkan laptop di meja bergegas untuk pergi tidur, berharap untuk bangun besok pagi. Tapi persetan esok pagi, pagi yang mengembalikan aktivitas rutin setiap hari, kampus dan kampus dan ceramah dosen dan senior-senior yang saling mencela. Aku ingin melupakannya dengan terlelap dalam tidurku bersama kesunyian.
***
Tapi pagi itu tak bisa di hindari, semuanya mesti kembali dalam sedia kala menempuh rute yang sama tak ada yang berubah. Pukul 07.30, aku sudah tiba di kampus retro, kampus itu masih dalam kesunyian, pemandangan yang lazim dalam mataku adalah kepala botak menjadi hiasan di kampus  itu, rambut gondrong dan pakaian Berantakan belum ada menampakkan dirinya sebagai dekorasi kampus. Pada pukul 08.00 dosen pun tiba, teman-teman ku berlomba-lomba masuk dalam ruangan untuk mencari tempat duduk yang paling depan, berharap untuk cepat di kenali oleh dosen. Hari itu, aku duduk di paling pojok sebab aku masih malu-malu dengan teman-temanku apalagi harus bertegur sapa dengan lain kecuali bersama dengan Mawar. Apalagi memiliki nama yang aneh pasti teman-teman tertawa lagi ketika dosen memanggil nama ku. Prasangka ku menjadi kenyataan, dosen memanggil nama ku, tawa teman-teman saya membahana ketika dosen mengatakan “kamu orang Jawa yah?” saya tetap tenang walau dengan muka merah  berusaha untuk menahan rasa malu “bukan pak” saya orang Bulukumba Pak. Kemudian dosen itu melanjutkan ke nama  yang lain setelah semuanya menjadi tenang. Pada hari itu merupakan hari terakhir kuliah pada Minggu itu, dan dosen yang pertama yang mengajar dalam kelasku. Setelah dua jam pelajaran aktivitas kuliah dalam ruangan berhenti, kami berhambur keluar ruangan untuk mencari kesibukan masing-masing dan pulang ke kos. Karena kuliah kami kali ini Cuma satu mata kuliah. Kelas yang sebelah juga mahasiswanya berhambur keluar. Mereka saling bersunda gurau satu sama lain entah apa yang mereka bicarakan. Aku melihat sosok yang tak lazim dalam diriku, seorang hawa yang aku kagumi berada di antara kerumunan itu “Maya”. Aku berjalan di sampingnya berusaha untuk beriringan dengan dia tapi dia belum menyadarinya. Aku takut menyapa dia, tanpa aku sadari dia menoleh ke arah ku “Hei kamu”, aku membalasnya dengan begitu cuek dan tersipu malu dengan mengingat beberapa pesan puisi yang ku kirimkan ke dunia “iyah, kataku”. Aku berdialog dengan segala sesuatu menyangkut perkenalan hingga sampai pada anak tangga terakhir, dia langsung merangkul tanganku sampai di ujung tangga, aku begitu gugup di sampingnya. Dekat tangga itu, ada beberapa temannya, tangan yang memapaku tak kunjung juga dia lepaskan. Entah apa dalam pikirannya setelah berbincang-bincang dengan temannya aku di ajak untuk pergi kerumunan teman kelasnya langsung di perkenalkan kepada mereka bahwa katanya aku adalah pacar barunya, aku gugup dan salah tingkah hari itu. Selekas itu, aku meninggalkannya, aku tidak mau berlama-lama dengan dia, aku takut menjadi bahan mainan Dia. Walau seperti itu pertemuan awal kami,  Kebersamaan kami tidak berhenti di situ.
Di sore itu pada hari yang sama, Dia datang menemuiku membawa cemilan di kampus. Mereka berharap ikut diskusi tapi diskusinya di batalkan oleh senior karena mereka pada sibuk urus organisasi kampus. Tapi, pertemuan di sore itu berbeda dengan tadi pagi. Dia bercerita tentang pacarnya yang sudah tiga tahun menjalin asmara dengan tiba-tiba ingin memutuskan hubungannya dengan dia. Dia menumpahkan keresahannya kepada ku, seolah dia tidak punya teman curhat. Aku bertanya tentang orang ketiga tapi dia seolah tidak mau jujur kepada ku. dia masih menutupi kebohongannya. Entah kenapa setelah mau berpisah dia mengatakan “bahwa Saya dekat dengan Aras teman kelas kamu”. Kata-kata penutup itu, menggetirkan jiwa ku bahwa harapan sudah pupus bersama dia.
Aku bersama jiwaku telah melanglang buana seiring langkahnya meninggalkan ku di tempat itu. Cara meninggalkanku menyimpang pesona, kekaguman terhadap perempuan itu, entah setan apa yang merasuki diriku hingga aku luluh pada perempuan satu itu.
***
Kenangan di sore itu, menjadi kenangan terakhir dalam dunia nyata untuk Minggu itu. Pertemuan ku berlanjut di dalam dunia Maya. Tidak aku sangka dia mengomentari status terakhirku “aku ingin menjadi bagian kesendirian itu untuk menghapus kesunyian yang ada untuk menepis perih” ku balas komentarnya, sulit untuk menentukan pilihan dalam keraguan dan kebimbangan ketika kau meletakkan sesuatu berada di tengahnya, menaruh harapan pada dia sementara kamu  telah memilih yang lain”. “berusaha dekat dengan yang lain mempertahankan yang telah utuh, sangat sulit bagiku pada jiwa masih yang  labil, sungguh aku masih sayang dengan yang lalu dan mengharapkan yang baru” dalam komentar Maya.
“entah apa dalam pikiran mu, aku tak tahu. Aku juga sulit menentukan antara dia dan dia” dalam komentar terakhirku. Komentar terakhirnya di statusku “oups jangan bilang seperti itu”. Tapi, aktivitas komentar dan mengomentari terus berlanjut, intensitas menyimpang rasa , mengungkap rasa walau hanya menyindir yang lain. Seolah bukan untuk dia. Status-status itu begitu puitis mengungkapkan rasa keheningan Jiwa. Membutuhkan yang lain
Rasa yang yang tak menentu telah mengusir ketenteraman jiwa ku. harapan terlanjur kau selipkan di hati yang polos tidak mengerti tentang cinta. Status hanya sekedar kalimat menyiratkan pesan yang ambiguitas. Dua orang berharap dalam ketakpastian. Pesan dan tingkah mu hanya pesona yang tak bisa aku mengerti, harapan persahabatan atau lebih dari itu.
Kegilaan itu, harus aku lepaskan dengan cara melepaskan mu kepada hati yang menanti mu di orang sebelah. Dia membutuhkan mu daripada aku. Keinginan untuk memiliki mu lebih besar dari ku, aku sekedar mengagumi lewat dunia maya, sedangkan kau mengaguminya di dunia nyata, dan dia membutuhkan mu sebagai seorang kekasih untuknya. Lebih dari itu, pesan ku hanya bait-bait puisi tentang kesunyian. Aku tak mengerti tentang yang nyata, aku hanya bisa berpuisi dalam keheningan malam menatap wajah semu. 
Hati mu menemui persinggahan di hati Aras, ku relakan kau untuk bersamanya. Sebab, cinta harus mengenal kompromi walau perih menyertai senyuman dengan terpaksa untuk bahagia. Cinta adalah kerelaan untuk melepaskan, dan cinta mesti mengenal air mata. Karena tak selamanya kebahagiaan disertai dengan senyuman tapi kadang kala di sertai tetesan air mata. Cinta ku hanya mengenal semu bersama maya, biarkan maya menjadi dunianya sendiri. Biarkan dunia aku tutup dengan mengatub layar laptop ku dengan keyboarnya
oleh  : SATIRA
Makassar, 10-05-2014
 dari Sampean untuk Tirani