MAYA
Mata ku kering, menatap kaca yang terpaku di hadapanku, menyongsong hari
berbagi waktu dengannya, sentuhan jari membuatnya hidup. Sentuhan itu membuat
dia manja hingga menjadi noktah kehidupan. Laptop, bagian dari hidup ku.
Keberadaannya membuat aku menjadi manja, daya kreatif tanganku diganti dengan
tarian jari di kayboardnya. Daya imajinasi, ku selipkan di alamnya. Laptop dan
aku, bagai sahabat karib berbagi cerita, Dia seolah memahamiku.
Memerion duniaku diperkenalkan dengan dunia Maya oleh Si Laptop. Dunia
Maya melipat waktu dan ruang. Aku menjadi petualang di alamnya, aku menyambangi
berbagai tempat, aku punya banyak kenalan, sahabat, saudara dan aku tahu banyak
hal, di seberang sana. Aku tak mengenal mereka di alam ku tapi, aku akrab di
alam Maya.
Ketika aku membuka lembaran Alam Maya, dunia menyambutku hiasan-hiasan
dinding tak aku pahami, Dia manyambutku di pangkuan sahabatku dengan
menampilkan dirinya di layar kaca. Facebook muncul seketika, dengan warna
khasnya biru. facebook menunggu belaian jemari di keyboard laptop, tarian jari dan
noktah untuk membuka dunianya. Dan, Akhirnya aku berselancar di dunianya
menyambangi tempat, dan orang-orang yang aku kenal dan tak aku kenal. Itulah
dunia facebook di dunia Maya. Facebook memperkenalkan dan mempertemukan aku
dengan seribu sahabat hingga menjadi kisah.
Tak lekas dari penghubung Facebook, aku menemukan orang bernama Maya yang
sempat aku kirimkan untaian kata-kata puitis. Maya dalam gambaran facebook orangnya
begitu anggun, mengundang decak kagum dengan paras mukanya. Dia seolah begitu
lihai menampilkan dirinya dengan kamera. Dengan soleknya dalam gambar itu, aku
terpana olehnya. Aku mengenal dia hanya sebatas itu,
***
Kendati, telah aku kirimkan pesan-pesan puitis, pesan ku tak kunjung di
balas olehnya. Aku tetap menanti dengan segenap kata “Harapan”. Kata itu tetap
ada dalam benakku. Prasangka mulai berseliuran dalam pikiran.
“apakah akun Facebook bernama Maya itu adalah akun palsu atau non aktif!,
“kalaupun aktif, apakah dia lelaki atau perempuan!”
Gonjang-ganjing pikiranku di warnai keputusasaan untuk mengenal Dia.
Lagi-lagi aku berpikir harapan itu tetap ada. Ku simpan harapan itu, dengan
maksud mengunjungi dan menyapa yang lain di kotak chating facebook ku yang aku kenal, baik teman SMA dan teman kuliah
ku dengan kata “Heyy, apa kabar” ada yang membalasnya ada pun yang tidak.
Salah satu balasan muncul dalam kotak dialog chating ku berasal dari teman SMA Ku bernama Akmal, teman yang satu
ini, banyak yang menganggap bahwa dia Sombong. Tapi, aku menganggapnya Dia
lain, dengan sikapnya yang pendiam dan selalu berpikir, terkadang dia lupa
dengan orang memanggilnya ketika Dia tidak diulangi dua kali. dialog di mulai
ketika pesannya masuk dalam kotak Chating.
Dia menulis “alhamdulillah saudara! saya baik”
“kamu gimana! Di mana kuliah sekarang?”
“alhamdulillah aku juga baik” aku kuliah di Kampus Retro”
Apakah kamu sudah beraktivitas kuliah belum? Kataku.
“Iyahhhhh, saya sangat sibuk, dosen-dosen saya di sini, langsung menyedorkan
tugas yang banyak dan tugas saya menjadi
bertumpuk, karena saya katanya, mahasiswa spesial sebab aku menerima beasiswa. Pesan
Akmal.
Aku membalas pesannya “so sweat.
Orang spesial tuch. Kamu harus bersyukur dengan semua itu saudara!, karena aku
belum punya kesibukan apa-apa setelah satu Minggu kuliah”.
dalam pesan Akmal! “mestinya sih seperti itu, Saudara.....! kok kenapa
bisa di kampus mu seperti itu!
“entahlah, mungkin kampus saya untuk bersantai, heheheheh. Just Kidd.....
kebanyakan dosenku, Cuma berkenalan dan bernostalgia selama dia mahasiswa. Ku kirimkan
pesan itu kepada Akmal.
“hehehehe.....di sini ada juga sesi perkenalan tapi langsung di berikan
tugas.”
“Woouw agresif” kataku.
“Maaf saudara, sampai di sini dulu percakapannya, aku mau pamit karena
saya mau ngampus”. Kata pesan akmal.
“hehehhehe. it’s okey, good luck saudara
sampai ketemu di lain waktu. Pesanku meluncur ke kotak dialogku bersama Akmal. Akmal
menjawabnya dengan sangat sederhana “Oke”.
Akhir dari dialog itu, aku menutup akun facebook ku. Beranjak dari tempat
itu untuk mencari udara segar meninggalkan dunia maya. kembali dalam duniaku. Hari
ini sangat suntuk dengan segala aktivitas yang ku lakukan. Aku memulai
menerka-nerka tentang si maya itu, pikiranku di selimuti tentang dia. Berharap
mengenalnya dalam dunia nyata, di manakah aku mesti kenal dengan Dia. Rasa
penasaran membuat aku tersandung dalam dunia maya. Aku menjadi gandrung
menjelajah dalam dunia tersebut. Dunia maya menjadi pelipur lara, ketika aku
mulai suntuk di kamar yang sumpek.
***
Esok harinya, aku kembali menjalani rutinitas sebagai mahasiswa. Sinar
mentari pagi memapaku ke kampus dengan jalan kaki, dinding-dinding rumah warga
menjadi pemandangan sepanjang perjalananku. Keringat berkucur deras, membasahi
tubuh sampai pada hal sensitif. Setibanya di kampus, pesan singkat masuk dalam
Hpku yang mungil “Dosen sudah Masuk”. Entah pesan itu dari siapa, tapi yang
pastinya, pesan itu dari teman kelasku. Aku tergopoh-gopoh mencari kelas saya,
sebab kami belum punya kelas yang tetap. Mataku mulai menjelajah di setiap
kelas mencoba mengidentifikasi wajah temanku dengan kepala botak yang serupa di
mahasiswa baru, tapi tak jua kutemukan. Aku membalas pesan itu “maaf di mana
ruangan kuliah kita?” pesan ku mulai terbang tinggi di nomor yang tak bernama
itu.
Pesan balasannya masuk di HP ku, “silakan naik ke lantai II ruangan
pertama dekat tangga”. Aku bergegas menuju tempat itu dengan penuh ketakutan. Sampai
di depan pintu, mereka menatapku dengan tajam, ruangan yang riuh menjadi senyap seketika dengan
kehadiranku. Senyum yang menyapaku di
bangku dosen pas depan mataku mengundang gelegar tawa dari teman kelas “sebab,
pesan yang masuk dalam HP Ku adalah SMS dari seniorku yang di hadapanku. Konon
katanya dia adalah sekampung ku.
Mereka mengerjaiku, sekarang aku di babak pertanyaan oleh seniorku,
pertanyaan itu seputar nama Aku, siapa nama kamu? “Sampean” Jawabku
“Kok.. kamu ini bertanya balik ke saya, nama Saya Attul” Dia terdiam
sejenak kemudian Dia melanjutkan perkataannya dengan muka garang “kamu ini
mencoba kurang ajar sama saya yah” lagi-lagi
dia bertanya “Siapa nama kamu” tiba-tiba
ketawa teman-teman tersembur keluar dari mulutnya, sekali lagi ruang kelas
menjadi riuh mereka udah tahu bahwa nama saya memang “sampan”. Dan setiap ada orang yang
memanggil namaku “Sampean” semuanya pasti tertawa. Aku pun menjawab dengan muka
merah dan rasa malu “memang nama ku “Sampean” Kak” dia menahan tawa kelakarnya, dengan berusaha tersenyum
dengan muka yang merah dengan senyuman seolah dipaksakan. Dia mempersilakan aku duduk
bersama dengan teman-temanku.
Seniorku mulai menyampaikan maksud kedatangannya dalam kelas ku, bahwa
sebentar sore jam 3.30 WITA, ada pembagian kelompok diskusi sebagai kuliah
tambahan. Tapi, kegiatan diskusi ini merupakan program lembaga kemahasiswaan.
Jadi, di harapkan kepada seluruh mahasiswa untuk mengikutinya. Tiba-tiba, aku
teringat dengan maya, mataku mulai menerawang satu per satu perempuan di
sekitarku, berharap sosok Maya, ada di antara mereka. Minimal ada sosok yang
mirip dengan maya. Tapi itu tak mungkin !!
***
Selepas dari penyampaian seniorku. Tiba-tiba, sosok perempuan datang
berdiri di depan pintu melangkah ke arah ku kemudian dia tersenyum
mengkedip-kedipkan kedua matanya, dia terlihat akrab denganku. Aku balas
senyumannya. dalam benakku mengatakan
bahwa “perempuan itu begitu unik, bersahaja dan ramah” aku ulurkan tanganku
tanpa rasa malu mengajak dia berkenalan denganku, aku Sampean. Saya Melati katanya sambil tersenyum yang
begitu khas, aku hampir terpikat dengan Dia. Tapi, aku ingat ada maya dalam
pikiran ku, dia telah bergentayangan dalam diriku, aku ingin menemukannya,
lambat atau cepat aku pasti mengenalnya. Dan, dia akan menyapaku. Aku
meyakinkan diriku dengan segenap pepesan kosong sebab aku belum mengenal dunia
maya.
Maya telah mencuri sebagian hidup ku dengan dunianya, Maya membuat aku
terkapar oleh rona di alam seberang. Sosok perempuan itu, hadir sebagai
bayang-bayang semu mengankang imajinasi ku. Aku di buai olehnya, sementara aku
tak mengenal dia. Maya, lagi-lagi hadir dalam diriku, membuka decak kagum. Ini
kali pertama, aku merasakan hal aneh, gelisah tak terarah dan aku lumpuh dalam
setiap untaian kaki. Perempuan-perempuan di sekitarku pesonanya menjadi hilang
karena Maya. Pada hal, mereka tak kalah cantik dengan Maya, mereka-mereka
adalah perempuan idaman laki-laki. Salah satu di antara mereka, Mawar menjadi gunjingan
laki-laki di kelas karena rona wajahnya, Sayup-sayup suara di sekitar ku tak
henti-hentinya mengagumi dia. Tapi, mawar tidak bisa menggusur maya dalam
pikiran ku, seolah dia abadi dalam bayang-bayang gelap, dengan sebuah penantian
yang terus di nanti. Selaksar cerita terus bergulir bersama Mawar menunggu waktu
pengumpulan mahasiswa baru dari beberapa kelas, waktu itu, begitu panjang hingga jarum jam menunjuk pada angka 15.30
Wita. Banyak kisah telah telah terurai dalam sela waktu itu antara pagi dan jam
15. 30 itu. Mawar dan aku, seperti sepasang kekasih yang telah menjalin kasih
sekian lama dengan dia. Itu, persepsi teman-teman kelas di sekitar ku. Ejekan
datang bergantian dari teman-temanku, “Cie....cie...eeeeeeeee udah jadian
yah”baru tadi pagi kenalan kok lengket banget yah.... kayak prangko. Aku hanya
bisa tersenyum bersama Mawar.
Mereka telah berdatangan satu per satu di tempat yang telah di tentukan
oleh seniorku untuk mendengarkan informasi pembagian kelompok dan jadwal
diskusi, hingga menjadi gumpalan manusia berkepala botak. Beberapa senior mulai
berdatangan masuk di tengah lingkaran yang kami buat. Salah satu dari senior
yang masuk di tengah lingkaran kami, tiada lain dan tidak bukan adalah Attul
memintah seluruh perhatian para mahasiswa untuk diam. Kami diam sejenak, sambil
mendengarkan ocehan Attul hingga sampai pada pembagian kelompok. Tapi,
pembagian kelompok tersebut telah di tentukan para senior. Attul menginstruksikan
senior yang lain untuk membagikan selembaran kertas kepada mahasiswa baru. Nama
kami ada pada lembaran tersebut.
Aku kaget, salah satu di antara nama dalam kelompok ku ada nama Maya.
Maya, di manakah engkau. apakah kamu Maya ku dalam pikiran ku. Maya dalam
kertas ini, di manakah kamu Maya? Kamu tak jua tampakkan dirimu di hadapan ku,
apakah kau meluruhkan ingatan ku dalam selubung dunia maya. Berharap hari ini adalah hari terakhir dalam penantianku, namamu terlukis dalam
kertas itu. Aku melihat mu sekarang di antara kami, betul kau Maya, Maya dalam
dunia Maya. Namun, wajah mu hanya bayang-bayang di mata ku. Kau tak tampak, itu
hanya permainan mataku.
***
Selepas dari berbagai aktivitas di kampus, kami pun berduyung-duyung
pulang di rumah kos masing-masing. Aku kembali menempuh rute yang sama dalam
setiap hari menyaksikan gundukan rumah penduduk yang di jadikan tempat kos. Di
antara gundukan itu, aku menempa hidup ku sebagai mahasiswa di dalam kamar kos
tersebut. bersusah ria, mengisi hidup dengan rasa suntuk. Hidup menjadi
mahasiswa terasa membosankan, dunia tanpa seni. Selekas aku sampai dalam kamar kos,
semuanya menjadi hening, mentari senja tak nampak lagi, Awan terus bergerak
hitam, rembulan siap menerkam bintang dengan cahayanya yang menguning. Cahaya yang
mendekapkan kehangatan malam di kampung. Semuanya hanya menyisakan gundah yang
menelan kebahagiaan dari pelupuk mata. Resah, kebingungan dan kerinduan menjadi
firasat yang melelahkan.
Pelipur lara itu, hanya ada satu yaitu laptop. Laptop sebagai penuntun
untuk menyeberangi dunia maya. Berpetualang di dunia maya menembus tapal batas
waktu dan ruang untuk ketemu dengan seseorang. Dunia maya sang fantasi
penghibur semu dengan pengarahan klik dan klik dan permainan mata. Dunia begitu
datar menawarkan segala sensasi.
Aku menyelam di dalamnya dengan mengetikkan beberapa kata kunci dengan
membuka layar facebook, menatap satu persatu pemberitahuan dan pesan tak ada
juga yang baru. Ku perhatikan dalam kolom teman-teman ku yang Online nama-nama
mereka terlihat membosankan untuk ngobrol dengan mereka. Aku membuka dinding
facebook Maya berharap mengobati kerinduan yang terpendam dalam hari-hari yang
suntuk ini. Kerinduan terasa terurai ketika menatap wajahnya dalam foto itu.
Statusnya begitu puitis dan kegalauan terhadap kekasihnya. keluh kesahnya
terasa menghimpit untuk mengenal dia lebih dekat. Aku menyeberangi suatu tempat
untuk ketemu dengan dia tapi di mana? Sebuah pertanyaan yang tak kunjung punya
jawaban? Semua pertanyaan pasti punya jawaban tapi tak semua pertanyaan bisa di
jawab? Itu anekdot saya tuliskan dalam dinding facebook ku sebagai status.
Aku berharap ada komentar terhadap orang yang ku harapkan, orang yang
telah bersemayam dalam pikiranku. Tapi tak juga muncul, tiba-tiba muncul pesan
“nikah yuk” dari orang tak lazim meruntuhkan segala harapan, menjadi kenyataan.
Ini kesempatan, untuk membuat dia terbang untuk merangkul ketakpastian dengan
rasa penasaran. Kesempatan itu tak aku lewatkan untuk bergurau, saya balas
pesannya “iya... kapan dan di mana tempatnya”?
Pesannya muncul kembali “besok di Kampus”kata maya
SP : “ahhhh kamu ada-ada aja, memangnya kita satu kampus?”
“Iya, kita satu kampus satu jurusan lagi, saya sudah melihat kamu di
kampus” kata Maya
SP : “iyakah, tapi siapa kira-kira penghulunya?”
MY :“Pak Mustakim hahahah”
SP: “siapa itu ”?
MAYA : “dosen Antropologi, belum di ajar kah?” pesan maya
SP : “belum, saya belum pernah belajar” selama satu Minggu kuliah”
MY : “ouhh,......”
SP: “BTW (By the way), Apakah kamu tidak masuk kuliah tadi siang”
MY : “iyah, lagi-lagi capek dan malas, masalahnya senior godain terus
sih”.
SP: “hehhehhheh... hati-hati jangan sampai jadi KRS (Korban Retorika Senior)”
Pesan Maya kembali muncul “ehm tidak bakalan, kan sudah ada yang punya”
SP : “opss, berarti saya sudah tidak punya kesempatan dong”
MY :“hahahaha.... masih ada dikit”
SP :“ehm, biar sedikit yang penting tak selebar daun kelor”
MY :“hahahaha iyah selebar daun Jati tapi kan ada yang punya heheh”
SP: “hahah siapa tuch.....? tapi kan bukan pacarmu yang mau di pacari.
Just kid?
MY :“bahayanya.... maaf saya mau pamit dulu mau istirahat.
SP: “Oke, Selamat beristirahat dan mimpi yang indah” kataku
MY: “ kamu juga”
Semuanya berhenti dalam kotak dialog chating,
obrolan itu tersimpan menjadi rekaman kehidupan. Torehan kehidupan bersama Dia
di mulai dari sana. Malam itu Dia tutup dengan menyayat hati, dengan menitip
harapan sekaligus bui. “Aku merindukan mu sayang, semoga kamu baik-baik di
sana”. Sebuah status yang terurai dalam dindingnya. Status itu seolah
meluruhkan harapan yang ku miliki untuk bersama dengan Dia. Tapi dunia ini
tidak berhenti di situ karena dunia bukan untuk memiliki tapi dunia di rangkai
dengan jalinan kasih sayang dan persaudaraan. Tapi, kata sahabat ku, jangan
mendekati seseorang atau perempuan hanya untuk memilikinya atau untuk menjadi
kekasih justru di akan menjauh, tapi dekatilah dia seolah untuk Menjadi teman
atau sahabat. Sebuah pelajaran dari orang yang tak dianggap sebagai manusia
tapi aku menganggapnya sebagai guru tentang Cinta. Status itu juga, telah
membuyarkan pikiranku dengan menulis status di dinding facebook “kesendirian
adalah hidup dalam kesunyian”. Aku menghentikan aktivitas di facebook dengan
keluar dari akunku untuk menjelajah di Om Google dengan mencari harta karungnya
yang selalu di perbaharui. Dunia Om Google dan kawan-kawan sebuah dunia yang
tak bosan untuk di telusuri hanya duduk bersantai. Waktu begitu singkat bersama
dengan OM Google, Facebook dan kawan-kawan sang penghuni dunia Maya hingga jam
sudah menunjukkan pukul 01.30 WITA.
Ku hentikan semua aktivitas ku mencari tombol Shutdown, lalu kutinggalkan laptop di meja bergegas untuk pergi
tidur, berharap untuk bangun besok pagi. Tapi persetan esok pagi, pagi yang
mengembalikan aktivitas rutin setiap hari, kampus dan kampus dan ceramah dosen
dan senior-senior yang saling mencela. Aku ingin melupakannya dengan terlelap
dalam tidurku bersama kesunyian.
***
Tapi pagi itu tak bisa di hindari, semuanya mesti kembali dalam sedia
kala menempuh rute yang sama tak ada yang berubah. Pukul 07.30, aku sudah tiba
di kampus retro, kampus itu masih dalam kesunyian, pemandangan yang lazim dalam
mataku adalah kepala botak menjadi hiasan di kampus itu, rambut gondrong dan pakaian Berantakan
belum ada menampakkan dirinya sebagai dekorasi kampus. Pada pukul 08.00 dosen
pun tiba, teman-teman ku berlomba-lomba masuk dalam ruangan untuk mencari
tempat duduk yang paling depan, berharap untuk cepat di kenali oleh dosen. Hari
itu, aku duduk di paling pojok sebab aku masih malu-malu dengan teman-temanku
apalagi harus bertegur sapa dengan lain kecuali bersama dengan Mawar. Apalagi
memiliki nama yang aneh pasti teman-teman tertawa lagi ketika dosen memanggil
nama ku. Prasangka ku menjadi kenyataan, dosen memanggil nama ku, tawa
teman-teman saya membahana ketika dosen mengatakan “kamu orang Jawa yah?” saya
tetap tenang walau dengan muka merah
berusaha untuk menahan rasa malu “bukan pak” saya orang Bulukumba Pak.
Kemudian dosen itu melanjutkan ke nama
yang lain setelah semuanya menjadi tenang. Pada hari itu merupakan hari
terakhir kuliah pada Minggu itu, dan dosen yang pertama yang mengajar dalam
kelasku. Setelah dua jam pelajaran aktivitas kuliah dalam ruangan berhenti,
kami berhambur keluar ruangan untuk mencari kesibukan masing-masing dan pulang ke
kos. Karena kuliah kami kali ini Cuma satu mata kuliah. Kelas yang sebelah juga
mahasiswanya berhambur keluar. Mereka saling bersunda gurau satu sama lain
entah apa yang mereka bicarakan. Aku melihat sosok yang tak lazim dalam diriku,
seorang hawa yang aku kagumi berada di antara kerumunan itu “Maya”. Aku
berjalan di sampingnya berusaha untuk beriringan dengan dia tapi dia belum
menyadarinya. Aku takut menyapa dia, tanpa aku sadari dia menoleh ke arah ku
“Hei kamu”, aku membalasnya dengan begitu cuek dan tersipu malu dengan
mengingat beberapa pesan puisi yang ku kirimkan ke dunia “iyah, kataku”. Aku
berdialog dengan segala sesuatu menyangkut perkenalan hingga sampai pada anak
tangga terakhir, dia langsung merangkul tanganku sampai di ujung tangga, aku
begitu gugup di sampingnya. Dekat tangga itu, ada beberapa temannya, tangan
yang memapaku tak kunjung juga dia lepaskan. Entah apa dalam pikirannya setelah
berbincang-bincang dengan temannya aku di ajak untuk pergi kerumunan teman
kelasnya langsung di perkenalkan kepada mereka bahwa katanya aku adalah pacar
barunya, aku gugup dan salah tingkah hari itu. Selekas itu, aku
meninggalkannya, aku tidak mau berlama-lama dengan dia, aku takut menjadi bahan
mainan Dia. Walau seperti itu pertemuan awal kami, Kebersamaan kami tidak berhenti di situ.
Di sore itu pada hari yang sama, Dia datang menemuiku membawa cemilan di
kampus. Mereka berharap ikut diskusi tapi diskusinya di batalkan oleh senior
karena mereka pada sibuk urus organisasi kampus. Tapi, pertemuan di sore itu
berbeda dengan tadi pagi. Dia bercerita tentang pacarnya yang sudah tiga tahun
menjalin asmara dengan tiba-tiba ingin memutuskan hubungannya dengan dia. Dia
menumpahkan keresahannya kepada ku, seolah dia tidak punya teman curhat. Aku
bertanya tentang orang ketiga tapi dia seolah tidak mau jujur kepada ku. dia
masih menutupi kebohongannya. Entah kenapa setelah mau berpisah dia mengatakan
“bahwa Saya dekat dengan Aras teman kelas kamu”. Kata-kata penutup itu,
menggetirkan jiwa ku bahwa harapan sudah pupus bersama dia.
Aku bersama jiwaku telah melanglang buana seiring langkahnya meninggalkan
ku di tempat itu. Cara meninggalkanku menyimpang pesona, kekaguman terhadap
perempuan itu, entah setan apa yang merasuki diriku hingga aku luluh pada
perempuan satu itu.
***
Kenangan di sore itu, menjadi kenangan terakhir dalam dunia nyata untuk
Minggu itu. Pertemuan ku berlanjut di dalam dunia Maya. Tidak aku sangka dia
mengomentari status terakhirku “aku ingin menjadi bagian kesendirian itu untuk
menghapus kesunyian yang ada untuk menepis perih” ku balas komentarnya, sulit
untuk menentukan pilihan dalam keraguan dan kebimbangan ketika kau meletakkan
sesuatu berada di tengahnya, menaruh harapan pada dia sementara kamu telah memilih yang lain”. “berusaha dekat
dengan yang lain mempertahankan yang telah utuh, sangat sulit bagiku pada jiwa
masih yang labil, sungguh aku masih
sayang dengan yang lalu dan mengharapkan yang baru” dalam komentar Maya.
“entah apa dalam pikiran mu, aku tak tahu. Aku juga sulit menentukan
antara dia dan dia” dalam komentar terakhirku. Komentar terakhirnya di statusku
“oups jangan bilang seperti itu”. Tapi, aktivitas komentar dan mengomentari
terus berlanjut, intensitas menyimpang rasa , mengungkap rasa walau hanya
menyindir yang lain. Seolah bukan untuk dia. Status-status itu begitu puitis
mengungkapkan rasa keheningan Jiwa. Membutuhkan yang lain
Rasa yang yang tak menentu telah mengusir ketenteraman jiwa ku. harapan
terlanjur kau selipkan di hati yang polos tidak mengerti tentang cinta. Status
hanya sekedar kalimat menyiratkan pesan yang ambiguitas. Dua orang berharap
dalam ketakpastian. Pesan dan tingkah mu hanya pesona yang tak bisa aku
mengerti, harapan persahabatan atau lebih dari itu.
Kegilaan itu, harus aku lepaskan dengan cara melepaskan mu kepada hati
yang menanti mu di orang sebelah. Dia membutuhkan mu daripada aku. Keinginan
untuk memiliki mu lebih besar dari ku, aku sekedar mengagumi lewat dunia maya,
sedangkan kau mengaguminya di dunia nyata, dan dia membutuhkan mu sebagai
seorang kekasih untuknya. Lebih dari itu, pesan ku hanya bait-bait puisi tentang
kesunyian. Aku tak mengerti tentang yang nyata, aku hanya bisa berpuisi dalam
keheningan malam menatap wajah semu.
Hati mu menemui persinggahan di hati Aras, ku relakan kau untuk
bersamanya. Sebab, cinta harus mengenal kompromi walau perih menyertai senyuman
dengan terpaksa untuk bahagia. Cinta adalah kerelaan untuk melepaskan, dan
cinta mesti mengenal air mata. Karena tak selamanya kebahagiaan disertai dengan
senyuman tapi kadang kala di sertai tetesan air mata. Cinta ku hanya mengenal
semu bersama maya, biarkan maya menjadi dunianya sendiri. Biarkan dunia aku
tutup dengan mengatub layar laptop ku dengan keyboarnya.
oleh : SATIRA
Makassar, 10-05-2014
dari Sampean untuk Tirani